Selasa, 09 Februari 2016

Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat





Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat Sebuah Simbol
Persis di depan Tanjungpinang, terlihat sosok pulau mungil melintang  yang berbukit dengan hijauan tumbuhan serta deretan rumah-rumah sepanjang pantai yang diselingi pohon kelapa. Di antara keheningan pulau tersebut menyembul sebuah bangunan berwarna kuning cerah dengan kubah dan menara  yang menjulang ke langit, itulah Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat.
Masjid ini merupakan peninggalan sejarah yang dapat dikatakan monumental,dengan gaya arsitektur yang unik dan menarik hasil karya masyarakat dua abad yang lampau. Sampai saat ini masih terpelihara dengan baik dan digunakan sebagai tempat ibadah. Selain masjid terdapat juga bangunan gedung-gedung, makam-makam dan reruntuhan bangunan bekas istana yang sampai saat ini masih dapat di lihat.
Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat ini walau kecil, tetapi terkesan megah, sanggam dan indah. Kemegahan dan keindahannya mencerminkan keagungan agama islam yang dituangkan dalam wujud sebuah bangunan rumah ibadah.
Seruan Fisabilillah
                Semasa masih berdirinya Kerajaan Riau-Lingga terjadi dua peristiwa seruan Fisabilillah. Peristiwa pertama pada abad ke 18, masa Yang Dipertuan Muda Riau IV Raja Haji Fisabilillah, yaitu perang melawan penjajahan Belanda. Seruan yang membuat berkumpulnya laskar gabungan orang-orang Riau, Siantan, Naning, Lingga, Inderagiri dan Bengkalis berjumlah ribuan orang, bersatu dengan semangat patriotik bangkit melawan musuh yang bersenjata lengkap. Seruan ini juga membuat mereka rela berkorban harta benda bahkan nyawa tanpa rasa takut, syahid menemui ajalnya di jalan ALLah.
                Seruan kedua bergema di masa Yang Dipertuan Muda Riau VII Raja Abdurrahman, bertepatan dengan 1 Syawal 1249 H (1832 M). Setelah selesai sholat Idul Fitri, beliau menyampaikan khotbah dan menutup dengan doa, diumumkan kepada seluruh penduduk Pulau Penyengat, bahwa akan dibangun sebuah masjid dari beton yang mencerminkan keagungan agama Islam. Pada kesempatan itu diserukan kepada penduduk dan segenap orang-orang yang berada di wilayah Kerajaan Riau Lingga untuk menyumbang, beramal jariah dijalan Allah dan pembangunan akan segera dilaksanakan. Seruan ini mendapat tanggapan luar biasa, berdatangan orang-orang dari pelosok negeri yang merasa terpanggil untuk menyumbangkankan tenaganya.
                Awal pembangunan dimulai dengan membuat tapak bangunan mesjid, masyarakat secara bergotong royong mengangkat tanah, pasir, batu dan kerikil menjadi pondasi setinggi hampir 3 meter. Tidak tercatat berapa lama pembangunan mesjid tersebut tetapi pengerjaan pondasi selama tujuh hari tujuh malam.
                Dalam riwayat pembangunan mesjid ini, tidak ketinggalan kaum wanitanya, anak-anak bangsawan dan puteri-puteri raja. Mereka diberi waktu khusus pada malam hari, karena dimalam hari kaum laki-laki beristirahat.
                Riwayat lain yang tidak kalah menariknya  dalam pembangunan masjid ini, orang-orang yang datang selain menyumbang tenaga, terkumpul pula bahan makanan termasuk telur yang melimpah tidak habis dimakan. Begitu banyaknya telur,  pekerja hanya mengambil bagian kuningnya saja untuk dimakan dan membuang putihnya.
                Saat itulah arsitek masjid asal India yang didatangkan dari Singapura, memanfaatkan putih telur sebagai bahan campuran pasir, tanah liat dan kapur untuk lebih memperkuat dinding beton masjid ini.
Simbol Kebersamaan
                Dari riwayat dan cerita seruan fisabilillah, baik pertempuran melawan penjajahan maupun seruan pembangunan Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat, merupakan gambaran kebersamaan dan semangat patriotik dari masyarakat Pulau Penyengat khususnya dan masyarakat Kerajaan Riau Lingga umumnya dalam mempertahankan tanah tumpah darahnya, dan membangun daerahnya.
                Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat tidak hanya menjadi  kebanggaan masyarakat Pulau Penyengat tetapi juga menjadi kebanggaan Kepulauan Riau bahkan Indonesia. Masjid ini  merupakan simbol masyarakat agamis dan semangat kebersamaan penduduk Pulau Penyengat yang harus tetap dipertahankan untuk mewujudkan masyarakat sejahtera lahir dan bathin.
                Untuk itu jiwa dan rasa kebersamaan yang telah mengakar perlu dilestarikan sebagai salah satu bentuk kearifan lokal yang terpelihara dan menjadi ciri khas masyarakat Pulau Penyengat.
                Pulau Penyengat juga sedang dalam proses untuk ditetapkan sebagai Destinasi Pariwisata Unggulan Daerah (DPUD) Provinsi Kepulauan Riau.


1 komentar:

  1. Salam satu Kepri, salam Satu Melayu dari keprikita.blogspot.com

    BalasHapus