Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat Sebuah Simbol
Persis di
depan Tanjungpinang, terlihat sosok pulau mungil melintang yang berbukit dengan hijauan tumbuhan serta deretan
rumah-rumah sepanjang pantai yang diselingi pohon kelapa. Di antara keheningan
pulau tersebut menyembul sebuah bangunan berwarna kuning cerah dengan kubah dan
menara yang menjulang ke langit, itulah
Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat.
Masjid ini
merupakan peninggalan sejarah yang dapat dikatakan monumental,dengan gaya
arsitektur yang unik dan menarik hasil karya masyarakat dua abad yang lampau. Sampai
saat ini masih terpelihara dengan baik dan digunakan sebagai tempat ibadah. Selain
masjid terdapat juga bangunan gedung-gedung, makam-makam dan reruntuhan
bangunan bekas istana yang sampai saat ini masih dapat di lihat.
Masjid Raya Sultan
Riau Pulau Penyengat ini walau kecil, tetapi terkesan megah, sanggam dan indah.
Kemegahan dan keindahannya mencerminkan keagungan agama islam yang dituangkan
dalam wujud sebuah bangunan rumah ibadah.
Seruan Fisabilillah
Semasa masih
berdirinya Kerajaan Riau-Lingga terjadi dua peristiwa seruan Fisabilillah.
Peristiwa pertama pada abad ke 18, masa Yang Dipertuan Muda Riau IV Raja Haji
Fisabilillah, yaitu perang melawan penjajahan Belanda. Seruan yang membuat
berkumpulnya laskar gabungan orang-orang Riau, Siantan, Naning, Lingga,
Inderagiri dan Bengkalis berjumlah ribuan orang, bersatu dengan semangat
patriotik bangkit melawan musuh yang bersenjata lengkap. Seruan ini juga
membuat mereka rela berkorban harta benda bahkan nyawa tanpa rasa takut, syahid
menemui ajalnya di jalan ALLah.
Seruan
kedua bergema di masa Yang Dipertuan Muda Riau VII Raja Abdurrahman, bertepatan
dengan 1 Syawal 1249 H (1832 M). Setelah selesai sholat Idul Fitri, beliau
menyampaikan khotbah dan menutup dengan doa, diumumkan kepada seluruh penduduk
Pulau Penyengat, bahwa akan dibangun sebuah masjid dari beton yang mencerminkan
keagungan agama Islam. Pada kesempatan itu diserukan kepada penduduk dan
segenap orang-orang yang berada di wilayah Kerajaan Riau Lingga untuk
menyumbang, beramal jariah dijalan Allah dan pembangunan akan segera
dilaksanakan. Seruan ini mendapat tanggapan luar biasa, berdatangan orang-orang
dari pelosok negeri yang merasa terpanggil untuk menyumbangkankan tenaganya.
Awal
pembangunan dimulai dengan membuat tapak bangunan mesjid, masyarakat secara
bergotong royong mengangkat tanah, pasir, batu dan kerikil menjadi pondasi
setinggi hampir 3 meter. Tidak tercatat berapa lama pembangunan mesjid tersebut
tetapi pengerjaan pondasi selama tujuh hari tujuh malam.
Dalam
riwayat pembangunan mesjid ini, tidak ketinggalan kaum wanitanya, anak-anak
bangsawan dan puteri-puteri raja. Mereka diberi waktu khusus pada malam hari,
karena dimalam hari kaum laki-laki beristirahat.
Riwayat
lain yang tidak kalah menariknya dalam
pembangunan masjid ini, orang-orang yang datang selain menyumbang tenaga,
terkumpul pula bahan makanan termasuk telur yang melimpah tidak habis dimakan.
Begitu banyaknya telur, pekerja hanya
mengambil bagian kuningnya saja untuk dimakan dan membuang putihnya.
Saat
itulah arsitek masjid asal India yang didatangkan dari Singapura, memanfaatkan
putih telur sebagai bahan campuran pasir, tanah liat dan kapur untuk lebih
memperkuat dinding beton masjid ini.
Simbol Kebersamaan
Dari riwayat
dan cerita seruan fisabilillah, baik pertempuran melawan penjajahan maupun seruan
pembangunan Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat, merupakan gambaran
kebersamaan dan semangat patriotik dari masyarakat Pulau Penyengat khususnya
dan masyarakat Kerajaan Riau Lingga umumnya dalam mempertahankan tanah tumpah
darahnya, dan membangun daerahnya.
Masjid
Raya Sultan Riau Pulau Penyengat tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Pulau Penyengat tetapi
juga menjadi kebanggaan Kepulauan Riau bahkan Indonesia. Masjid ini merupakan simbol masyarakat agamis dan
semangat kebersamaan penduduk Pulau Penyengat yang harus tetap dipertahankan
untuk mewujudkan masyarakat sejahtera lahir dan bathin.
Untuk
itu jiwa dan rasa kebersamaan yang telah mengakar perlu dilestarikan sebagai
salah satu bentuk kearifan lokal yang terpelihara dan menjadi ciri khas
masyarakat Pulau Penyengat.
Pulau
Penyengat juga sedang dalam proses untuk ditetapkan sebagai Destinasi
Pariwisata Unggulan Daerah (DPUD) Provinsi Kepulauan Riau.
Salam satu Kepri, salam Satu Melayu dari keprikita.blogspot.com
BalasHapus